sumber foto : https://katadata.co.id/
Diakui atau tidak, sebagai
manusia pasti mengalami sebuah perjalanan hidup yang tidak mudah. Cobaan hidup
bagaikan sahabat karib yang sering menyapa. Berusaha sekuat tenaga untuk bisa
menghadapi semua ujian hidup. Entah bagaimana caranya harus tetap semangat dan
tidak boleh menyerah pada keadaan. Jika sudah seperti itu hanya doa yang bisa
dipanjatkan kepada Sang Maha Segalanya.
Salah satu perjalanan hidup yang
bisa saya ambil pelajaran dan membuktikan
bahwa pertolongan Allah itu nyata adalah tentang bagaimana saya mendapatkan
rumah pribadi sebagai tempat tinggal bersama keluarga kecilku hingga saat ini.
Cerita ini berawal ketika saya
bekerja di kota yang berbeda dari keluarga besar. Bahkan bisa dibilang beda
propinsi. Selama empat tahun pertama, saya dan keluarga kecil tinggal di rumah
kontrakan yang tidak jauh dari kantor. Dengan pertimbangan bisa menghemat
ongkos transportasi.
Semakin lama mulai terbersit
pemikiran kenapa tidak beli rumah yang nantinya bisa menjadi hak milik. Selama
empat tahun tinggal di rumah kontrakan, saya sudah menghabiskan uang sejumlah
kurang lebih 50 juta rupiah untuk membayar sewa. Apabila uang tersebut
digunakan untuk DP tentunya saya sudah memiliki rumah pribadi bukan?
Pemikiran itu saya sampaikan kepada
suami, Alhamdulillah suami sangat setuju dan mendukung. Kesepakatan yang kami
buat saat itu adalah lokasi rumah yang dipilih ada di kota dimana saya ditempatkan
bekerja saat ini.
Saya dan suami semakin intens
untuk berdiskusi tentang konsep rumah yang kami inginkan. Rumah yang berada di tengah
kota, dan mempunyai halaman yang luas. Kesepakatan tersebut karena sesuai
dengan kondisi kami yang pecinta kucing dan tanaman. Tentu saja membutuhkan
ruangan dan halaman yang luas untuk mendukung hoby kami. Kami juga memilih lokasi
di tengah kota atau paling tidak berada dalam administrasi kota untuk memudahkan
akses ke kantor, sekolah atau pendidikan, kesehatan dan kemudahan transportasi
lainnya.
Tapi ternyata, uang yang kami
miliki hanya 300 juta rupiah. Angka sebesar itu bukan berarti semuanya berupa
uang cash, ya. Karena angka tersebut terdiri dari uang cash dan
juga pinjaman bank. Dengan uang yang “hanya” sebesar itu, suami langsung pesimis
bisa mendapatkan rumah di dalam kota. Suami sadar diri dengan harga rumah di tengah
kota yang rasanya mustahil dapat terbeli dengan dana yang kami miliki. Suami membujuk
saya agar bersedia mencari rumah di pinggiran alias di wilayah administrasi
kabupaten. Tapi saya tetep kekeuh untuk mencari rumah di tengah kota,
meskipun saya sadar diri tentang rumah yang kemungkinan saya dapatkan. Pasti tidak
akan di pinggir jalan raya, dan berupa rumah tua. Meskipun saya yakin masih bisa
mendapatkan rumah dengan halaman yang luas.
Seringkali saya dicemooh oleh
teman, saudara dan lingkungan sekitar yang mengetahui tentang keinginan saya
dalam memilih rumah dan keuangan yang saya miliki. Bahkan banyak yang
mentertawakan dan akhirnya berhenti memberi informasi tentang rumah yang
dijual. Salah satu sahabat saya menghadiahi peribahasa untuk saya “bagaikan mencari
jarum dalam jerami”.
Tapi sekali lagi saya masih
memiliki keyakinan yang kuat bisa mendapatkan rumah tengah kota dengan halaman
yang luas. Tak henti-hentinya saya langitkan keinginan saya dalam setiap sujud
setiap hari. Saya selalu mohon kepada Allah SWT untuk mengabulkan keinginan saya
tersebut.
Hingga suatu hari, suami diberi
informasi oleh seorang teman tentang rumah dijual di tengah kota. Dan saya
langsung semangat untuk melihat rumah yang dimaksud. Rumah pertama yang
dilihat, belum terlalu cocok di hati. Begitu juga rumah kedua dan ketiga tidak
bisa merebut hati kami. Hingga kami putuskan untuk pulang dan berencana melanjutkan
pencarian di keesokan harinya.
Namun, ketika melewati sebuah
jalan, teman suami teringat bahwa di lokasi tersebut terdapat rumah milik saudaranya
yang dijual. Karena rumah tersebut sejalan dengan perjalanan pulang, kami
iseng-iseng melihatnya. Alhamdulillah rumah itulah yang bisa cocok dengan keinginan
kami. Mempunyai halaman yang luas, dengan luas tanah kurang lebih 400 m2. Satu
lagi yang sangat membuat kami bersyukur adalah harga rumah yang ditawarkan kurang
dari dana yang kami miliki.
Alhamdulillah, rumah itulah yang
akhirnya menjadi rumah kami hingga saat ini. Sesuai dengan keingan kami dan
kami legowo dengan kondisi rumah tersebut. Merupakan rumah tua, dan masuk gang
(tidak berada di pinggir jalan utama) tapi mobil masih bisa masuk.
Sekelumit perjalanan hidup ini
membuat saya semakin yakin bahwa pertolongan Allah itu nyata. Bagi kita yang memiliki
keyakinan, terus berusaha dan selalu melangitkan doa.
Jangan pernah menyerah, yaaa…..
No comments:
Post a Comment