‘Anak
adalah peniru ulung bukan pendengar yang baik’
Kalimat
itu sering saya baca bahkan saya dengar. Dan saya akui kebenaran kalimat
tersebut.
Asllan
memang tidak terlalu suka dengan bermain air di waterpark atau kolam renang. Bermain air yang dia suka hanyalah
ombak di pantai. Bisa dipastikan susahnya membujuk Asllan untuk mau ikut
kegiatan berenang yang akan menjadi kegiatan di sekolahnya. Membujuk dengan
rayuan, bahkan sampai kami jelaskan manfaat dan pentingnya berenang tetap tidak
membuatnya bergeming. Tidak hanya satu kali, berkali-kali kami harus
membujuknya ketika ada kegiatan berenang. Apakah berhasil? Jawabnya adalah
‘tidak’
Kalaupun
Asllan mau ikut kegiatan tersebut, dia hanya bermain di pinggir kolam renang.
Atau bahkan tidak mau masuk ke kolam sama sekali. Sekalinya mau masuk, pasti
mimik mukanya cemberut bahkan bisa jadi dia menangis.
Saya
dan suami berusaha keras mencari cara bagaimana Asllan mau berenang. Paling
tidak mau untuk masuk ke kolam renang
dengan semangat dan ceria. Keinginan kami ini tidak terlalu berlebihan, bukan?
Akhirnya
satu minggu sebelum pelaksanaan berenang dari sekolah, kami bertiga mencuri
start untuk ‘berkenalan’ dengan lokasi yang akan digunakan. Kami beritahu
Asllan bahwa agenda kami adalah berenang. Kami janjikan selalu mendampingi
Asllan di kolam renang. Tidak lupa kami libatkan Asllan sejak persiapan
keberangkatan. Perlengkapan masing-masing sudah siap. Mulai baju ganti, alat
mandi dan bekal sudah tertata rapi. Point
yang kami tekankan di sini adalah Asllan melihat bukti nyata bahwa Ayah dan
Bundanya juga membawa perlengkapan yang dibutuhkan.
Selama
dalam perjalanan menuju lokasi, Asllan terlihat ragu-ragu. Ada terbersit ketakutan
pada mimik mukanya. Tak bosan kami menyakinkan Asllan bahwa kami akan ikut
masuk ke kolam renang.
Tidak
mudah membuat Asllan mau masuk kolam begitu saja. Asllan masih minta gandeng
Ayahnya ketika menuju kolam. Begitu juga ketika Ayahnya sudah masuk ke kolam,
Asllan masih duduk manis di tepi kolam. Perlahan – lahan Ayah pancing Asllan agar
mau masuk ke kolam. Berbagai macam cara yang dilakukan Ayah. Mulai dari
pura-pura tidak tahu bahwa ada lobang tempat masuknya air sampai lomba
mengambil daun yang jatuh ke kolam. Akhirnya Asllan mau masuk ke kolam dan
mulai berani jalan di air yang hanya setinggi lututnya saja.
Momen
bahagia bagi saya adalah ketika Asllan dengan percaya diri mengajarkan saya apa
yang baru saja dia lakukan bersama Ayahnya. Dia menunjukkan di mana letak
lubang saluran air. Dia mengajarkan saya bahwa daun yang jatuh ke kolam harus
diambil agar kolam kembali bersih. Dia melakukan semua itu dengan semangat. Di
sini peran yang harus saya lakukan adalah pura-pura tidak faham tentang semua
itu. Hal itu membuat Asllan akan menjelaskan dan mempraktekkan dengan semangat
apa yang dia ketahui.
Di
sinilah saya akui kebenaran kalimat di awal tulisan tadi. Saya itu takut air,
saya tidak bisa berenang. Dan harus saya akui bahwa ketika masuk pertama ke
kolam renang saya sangat deg-degan. Tentu saja hal itu saya sembunyikan dari
Asllan. Dan tetap saya lakukan demi memberi contoh untuk Asllan.
Yang
membuat saya sangat bahagia adalah Asllan tidak mau diajak pulang. Dia juga
mengatakan “berenang itu enak, Bunda. Asllan tidak mau pulang sekarang. Mainan
air lagi ya, Bun”
Akhirnya....sukses
juga rencana yang kami buat agar Asllan berani berenang.
No comments:
Post a Comment